ETIKA BISNIS DALAM ISLAM (Bag 3)





ETIKA BISNIS DALAM ISLAM (Bag 3)
Oleh: Mohamad Abidin


Etika Dalam Produksi, Konsumsi, Sirkulasi dan Distribusi
Dalam hal ini, hukum Islam berperan mengajarkan pada umatnya tentang etika dalam berbisnis seperti yang telah diteladani Rasulullah yaitu Nabi Muhammad SAW di mana sewaktu muda ia berbisnis dengan memperhatikan kejujuran, keramah-tamahan, menerapkan prinsip bisnis Islami dalam bentuk nilai-nilai shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah, serta nilai moral dan keadilan.
Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan prilaku yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan lingkungan.
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut:
  1. Produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang.
  2. Setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat.
  3. Tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.
Apabila melakukan kegiatan bisnis yang jelas-jelas halal, maka cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan. Pertanggunjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan. Hal ini dapat diimplementasikan minimal pada tiga hal, yaitu:
  Dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat.  Economic return bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat diramalkan dengan probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu ditetapkan (seperti sistem bunga).  Islam melarang semua transaksi alegotoris yang dicontohkan dengan istilah gharar.
Orientasi Bisnis dalam Islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama yaitu: (1) target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan.
Selain oreintasi di atas masih ada tiga orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulia menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimah ruhiyah berarti aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.


Sumber Referensi:

An-Nawawi, Imam. 2011. Riyadhus Shalihin. Solo: Insan Kamil

Badroen, Faizal, dkk. 2007. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dahwal, Sirman. 2009. Etika Bisnis Menurut Hukum Islam (Suatu Kajian Normatif). http://repository.unib.ac.id/483/1/1JUDUL%20ETIKA%20BISNIS%20DALAM%20ISLAM.pdf.
               
Hanna, Rahmat. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. http://sulut.kemenag.go.id/file/file/bimasislam            /zgbt1372476715.pdf.

Zaroni, Akhmad Nur. 2007. Bisnis Dalam Perspektif Islam (Telaah Aspek Keagamaan Dalam    Kehidupan               Ekonomi). http://stain.gurningsoft.com/news/file/6%20Bisnis%20dalam%20                 Perspektisf %20 islam.pdf.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAYT AL-QUR’AN & MUSEUM ISTIQLAL TMII

BATIK TEGALAN

CINTA LINGKUNGAN