Bersama Membangun Asa dan Cita Anak-Anak Indonesia

*Bersama Membangun Asa dan Cita Anak-Anak Indonesia*

Oleh: Mohamad Abidin

Relawan di LKSA Darul Salam Al Mubarokah, Buniwah, Bojong, Tegal

Anak adalah generasi penerus yang akan melanjutkan tongkat estafet dalam mengisi dan membangun peradaban sebuah bangsa. Nasib bangsa Indonesia di masa depan tergantung bagaimana kita mempersiapkan generasi muda terutama anak-anak kita dimasa sekarang. Setiap anak punya hak untuk membangun bangsanya di masa yang akan datang. Namun realita yang terjadi masih banyak anak-anak Indonesia yang harus tersingkir dari arena kompetisi dalam rangka ikut membangun bangsanya. Banyak faktor yang menyebabkan mereka tidak mampu bersaing dengan teman-teman sebaya mereka dalam menggapai impiannya, salah satunya yaitu faktor pendidikan.

Di Indonesia masih banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa berhenti sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan oleh faktor ekonomi (kemiskinan). Menurut Abduh Zeni, Ketua Litbang PB PGRI  dan  Direktur Intitute for Educatioan Reform,  bahwa penyebab terbesar anak putus sekolah adalah karena faktor ekonomi dan kemiskinan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat jumlah penduduk miskin pada September 2017 mencapai 26,58 juta orang. Sedang jumlah anak putus sekolah tahun 2016/2017 dari jenjang SD hingga SLTA berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu mencapai 187.211 anak.

Kalau kita melihat data di atas, jelaslah bahwa masih banyak anak-anak generasi penerus bangsa yang terpaksa harus mengubur cita-cita mereka. Lantas siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab terhadap permasalahan ini? Kalau kita mengacu pada pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara maka jelas bahwa mereka seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun dari realita yang ada, nampaknya pemerintah sampai saat ini belum mampu untuk mengatasi permasalahan ini.

Menyikapi permasalahan di atas maka munculah gagasan dan ide-ide dari masyarakat yang peduli dengan kondisi anak-anak yang terlupakan ini dengan menampung mereka melalui wadah lembaga yang dapat menghantarkan mereka menggapai cita-citanya, sehingga bermunculan lembaga-lembaga berbasis sosial anak (Panti Asuhan) atau Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Lembaga ini terus bermunculan di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah LKSA di seluruh Indonesia menurut data dari Kemensos RI pada tahun 2017 tercatat mencapai 6.161 unit dan hingga kini jumlahnya terus bertambah.

Dengan adanya Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) yang sebagian besar didirikan oleh swasta, maka hal ini dapat meringankan dan membantu kerja pemerintah dalam menangani permasalah sosial anak. Namun demikian karena lembaga-lembaga ini sebagian besar dikelola oleh para relawan dengan keterbatasan yang ada maka fungsinya masih belum maksimal. Sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan lembaga ini sebagian besar berlatar belakang bukan dari bidang sosial. Maka dari itu untuk menangani hal ini, peran serta dari berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta sangat diharapkan dalam upaya memberikan dukungan yang maksimal pada lembaga-lembaga ini. Dukungan yang diperlukan yaitu meliputi peningkatan sarana dan prasarana, pelatihan tenaga relawan, pelatihan manajemen kelembagaan dll.

Guna mewujudkan hal tersebut di atas maka perlu adanya sinergi antara berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat dan kalangan dunia usaha. Di sini peran pemerintah sangat diharapkan guna bertindak sebagai mediator antara berbagai pihak tersebut agar penanganan masalah sosial anak ini bisa diatasi secara maksimal. Apabila semua pihak ini bahu membahu dalam penanganan masalah sosial anak maka harapan untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan bunyi teks Pancasila sila ke- 5 sebagian besar akan terwujud. Untuk itu ayo kita bersatu padu dalam menangani permasalahan sosial anak yang ada di Indonesia ini, agar nasib sebagian anak-anak yang selama ini terlupakan mempunya peluang yang sama dengan anak-anak lainnya dalam meraih cita-cita sehingga mereka bisa ikut berperan dalam pembangunan Indonesia tercinta ini. Mengutip perkataan dari Erie Sudewo, salah satu pendiri Dompet Dhuafa Republika bahwa kekuatan negara terletak pada kelemahnya yaitu fakir miskin, kalau fakir miskin dibenahi maka negara kuat.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa untuk dapat mengatasi permasalah sosial anak dalam hal pendidikan maka diperlukan kerja sama antara berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat dan kalangan dunia usaha. Tanpa sinergi yang baik antar berbagai pihak tersebut, maka penanganan permasalah ini akan tidak maksimal karena masing-masing pihak masih mempunyai keterbatasan. Besar harapan semoga di masa yang akan datang tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang harus putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi disebabkan karena ketidakmampuan orang tuanya dalam hal ekonomi. Anak Indonesia adalah aset bangsa, maka harus dijaga dan mendapat bimbingan yang maksimal agar menjadi generasi unggul untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas dalam membangun peradaban di masa depan. Salam semangat untuk anak-anak Indonesia mari kita songsong hari esok yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAYT AL-QUR’AN & MUSEUM ISTIQLAL TMII

BATIK TEGALAN

CINTA LINGKUNGAN