BATIK TEGALAN
BATIK TEGALAN
Batik
merupakan budaya asli milik bangsa Indonesia yang telah berkembang sejak lama.
Kerajinan batik telah berkembang dan tersebar di berbagai wilayah yang ada di
tanah air. Batik juga berkembang di sepanjang daerah pesisir bagian utara pulau
Jawa. Batik yang berkembang di daerah pesisir ini lantas disebut dengan istilah
“batik pesisiran”.
Menurut Harmoko dkk, seperti yang ditulis dalam buku
yang berjudul “Indonesia Indah: Batik” pengertian dari batik pesisir adalah
batik yang berkembang di luar benteng keraton. Batik ini mengalami pertumbuhan
yang berbeda dengan batik keraton.
Beberapa faktor penyebabnya yakni,
pertama-tama bahwa pelaku pembatikan adalah masyarakat biasa yang tidak
berinduk pada pakem - pakem batik keraton.
Salah satu daerah yang turut mengembangkan kerajinan batik pesisiran
di tanah air yaitu Tegal. Kegiatan pembatikan di Tegal sendiri sudah berkembang
cukup lama, yaitu sejak akhir abad ke-xix. Pewarnaan batiknya saat itu masih menggunakan
pewarna alami buatan sendiri yang berasal dari tumbuhan seperti: pace
(mengkudu), nila, dan soga kayu. Warna batik Tegal awalnya hanya sogan dan
babaran abu-abu, namun setelah dikenal nila pabrik warnanya kemudian meningkat
menjadi warna merah-biru. Sedangkan untuk bahan kainnya menggunakan kain tenun
buatan sendiri. (Harmoko dkk).
Masyarakat Tegal
pada awalnya membuat batik hanya untuk keperluan keluarga saja. Pada masa lalu
kain batik biasa dipakai sebagai pakaian bagian bawah oleh para wanita (kain tapih) dan sebagai kain selendang yang
dipakai untuk mengendong bayi atau mengendong barang bawaan.
Batik yang dikerjakan sebagai
pekerjaan sambilan sampai sekarang masih berlangsung di dusun-dusun pinggiran
kota seperti: Sampang, Bangkalan, Tuban, Tulungagung, Mojokerto, Trenggalek,
Pacitan, Wonogiri, Bantul, Banyumas, Indramayu, Tegal, Pekalongan, Rembang, dan
sebagainya (Hasanudin).
Pada masa – masa awal, batik yang
berkembang di Tegal adalah batik keraton, hal ini karena kegiatan pembatikan
pada saat itu di lakukan oleh para pengawal raja Amangkurat I yang mengungsi ke
Tegal. Namun dalam perkembangan berikutnya, batik yang berkembang di Tegal
adalah batik dengan corak pesisiran. Flora dan fauna serta aktivitas yang
terjadi di lingkungan mereka turut menjadi inspirasi dalam motif batik yang
mereka buat.
Batik yang berkembang di Tegal
lantas biasa disebut dengan istilah ”Batik Tegalan” oleh masyarakat. Penyebutan
istilah “Batik Tegalan” menurut beberapa sumber yaitu mengacu pada kata “Tegal”
di mana batik ini berasal dan dibuat. Jadi Istilah “Tegalan” di sini tidak
mempunyai makna khusus, selain hanya
untuk menunjuk keberadaan batik yang asli dan khas Tegal. Namun secara harfiah
kata “Tegalan” berarti kebun atau
ladang. Menurut sejarah penamaan daerah Tegal sendiri terkait dengan kelahiran
daerah ini yaitu di mana saat itu daerah ini masih berupa Tegalan (istilah
masyarakat untuk menyebut lahan pertanian yang tidak menggunakan saluran
irigasi).
Batik pesisiran berkembang di
beberapa tempat seperti: Jakarta, Indramayu, Cirebon, Tegal, Pekalongan, dan
sekitarnya, Kudus, Juwana, Lasem, Tuban, Gresik, Sidoarjo, Madura, dan sejumlah
tempat lain. Batik Banyumas, Garut, dan Tasikmalaya juga ikut dimasukan dalam
kelompok ini, walaupun tempat-tempat itu terletak di pedalaman. Begitu pula
dengan batik Jambi yang dibuat di Sumatera (Ishwara).
Perubahan corak dan motif batik Tegalan sangat
dipengaruhi oleh kehadiran sosok Kardinah di daerah Tegal. Kardinah merupakan
adik dari RA Kartini yang pindah ke Tegal karena mengikuti suaminya yang
menjadi Bupati Tegal pada masa tahun 1908- 1936.
Kardinah banyak berjasa untuk
masyarakat Tegal, dan salah satu jasa Kardinah yang tidak banyak diketahui oleh
orang yaitu membangun Sekolah Kepandaian Putri, untuk gadis pribumi ‘’Wismo
Pranowo’’. Di
dalam sekolah tersebut, Kardinah selain memberi pelajaran setara dengan Sekolah
Pribumi Kelas Dua pada masa pemerintah Belanda, juga memberi pelajaran praktik
membatik (Daryono).
Motif batik Tegalan yang dikembangkan oleh Kardinah
dipengaruhi oleh batik Lasem, daerah yang berdekatan dengan Jepara (tempat
kelahiran Kardinah). Namun demikian batik yang dikembangkan oleh Kardinah
berbeda dengan batik Lasem, karena Kardinah lebih suka memberi warna batiknya
dengan warna soga dan hitam. Corak inilah yang kemudian dikembangkan di daerah
Tegal.
Semangat Kardinah dalam mengangkat keunggulan seni
rakyat pribumi saat itu ditunjukan lewat berbagai upaya yang dilakukannya. Dan
upaya yang dilakukan Kardinah dalam mengangkat batik Tegalan yaitu dengan
memperkenalkan hasil karya batik anak-anak didiknya bukan saja untuk dipakai
sendiri tetapi juga untuk dipamerkan.
Tiap tahun suaminya bersama dengan guru-guru Wismo Pranowo
menyelenggarakan pasar malam di alun-alun Tegal serta mengadakan pameran
pameran di Pekalongan dan Cirebon yang bekerja sama dengan Perkumpulan Kesenian
Hindia cabang Tegal (Daryono).
Sejak saat itu pengrajin batik di Tegal bukan hanya
membuat batik untuk keperluan keluarga saja, mereka juga menjadikan batik
sebagai barang dagangan. “Batik sebagai mata dagangan diproduksi oleh para wira
usaha dan diperdagangkan oleh para pedagang di sepanjang pesisir utara pulau
Jawa, Indramayu, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Kudus, Rembang, Lasem, Tuban,
Gresik, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, hingga Sidoarjo” (Hasanudin).
Batik Tegalan sudah dikenal berabad lamanya di kota
- kota besar di Indonesia. Pada masa lalu Tegal pernah menjadi sentra batik sezaman
dengan Pekalongan. Menurut penuturan Ibu Nur Anisa Amini (salah seorang
pemerhati sekaligus pelaku usaha batik Tegalan), Tegal pada masa lalu merupakan
daerah pemasok batik bagi Pekalongan.
Batik Tegalan waktu itu sudah dipasarkan oleh para
pengrajin sampai ke luar daerah, antara lain ke Jawa Barat. Mereka inilah yang
menurut sejarah kemudian mengembangkan batik di Tasikmalaya dan Ciamis, di
samping pendatang-pandatang lainnya dari kota-kota batik di Jawa Tengah (Wulandari).
Perkembangan batik Tegalan sempat mengalami pasang
surut, pada waktu krisis ekonomi melanda dunia kegiatan pembatikan di Tegal
ikut lesu dan baru bangkit kembali sekitar tahun 1934. Dan ketika Jepang masuk
ke Indonesia pembatikan di daerah Tegal sempat mati lagi, namun kini batik
Tegalan tengah bangkit kembali seiring dengan tren batik yang sedang
berkembang.
Saat ini berbagai upaya sedang dilakukan untuk
mempopulerkan kembali batik khas Tegalan. Salah satunya yaitu seperti yang
dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal yang tengah
mengupayakan agar para pembatik melakukan pewarnaan batik dengan menggunakan
pewarna alam seperti apa yang pernah dilakukan oleh para pembatik pada
masa-masa awal perkembangan batik Tegalan.
Motif batik klasik khasTegalan dengan pewarna alam
(sumber: Abidin,
2015)
Upaya lain yang dilakukan agar batik Tegalan lebih
diminati oleh masyarakat yaitu dengan membuat bentuk kemasan untuk batik
Tegalan. Bentuk kemasan yang sedang dikembangkan tersebut diantaranya yaitu
dengan membuat kemasan yang berasal dari kedebong pisang kering yang telah
diolah menjadi bentuk kemasan yang menarik dan unik.
Pemda juga aktif dalam upaya melestarikan dan
mempopulerkan batik Tegalan yaitu dengan cara mewajibkan para pegawainya pada
setiap hari kamis untuk memakai baju batik khas Tegalan. Pemda juga melakukan pelatihan membatik dan mengirimkan
pembatik-pembatik muda dari Tegal untuk mengikuti lomba pembuatan batik serta
ikut dalam acara pameran baik yang berskala nasional ataupun daerah.
Menurut Ibu Anisa Amini, motif batik Tegalan
jumlahnya mencapai ratusan, motif - motif batik tersebut diantaranya seperti:
Aktivitas usaha batik tulis Tegalan mengelompok
dalam sentra industri kecil_menengah dan tersebar di beberapa tempat. Untuk
Kabupaten Tegal sentra batik tulis terdapat dibeberapa wilayah Kecamatan
diantaranya yaitu: Desa Dukuhsalam (Kecamatan
Slawi), Desa Sindang (Kecamatan Dukuhwaru), Desa Pangkah (Kecamatan Pangkah),
Desa Pagiyanten dan Penarukan (Kecamatan Adiwerna), Desa Talang, Bengle,
Langgen, Pasangan, dan Gembong Kulon (Kecamatan Talang) (Pemda Kabupaten
Tegal).
Referensi:
Anshori, Yusak dan Adi Kusrianto, 2011.
Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta: Elex Media Komputindo (kelompok gramedia).
Harmoko, dkk. 1997. Indonesia
Indah: Batik. Jakarta: Yayasan Harapan Kita.
Hasanudin. 2001. Batik
Pesisiran: Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri Pada Ragam Hias Batik.
Cetakan I. Bandung: Kiblat Buku Utama.
Ishwara, Helen, L.R. Supriyanto Yahya, dan
Xenia Moeis. 2011. Batik Pesisir Pusaka
Indonesia. Cetakan kedua. Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia).
Pemda Kabupaten Tegal. Buku Profil Kabupaten Tegal: Spirit Tegal
Membangun. Slawi: Bagian Humas Setda Kabupaten Tegal.
Wulandari, Ari, 2011. Batik Nusantara: Makna Filosofi, Cara Pembuatan,
Dan Industri Batik. Yogyakarta: ANDI
Daryono, Yono. 2009. Semangat Kardinah Untuk
Batik Tegal. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/22/73377/Semangat.Kardinah.untuk.Batik.Tegal, diakses pada 22 November 2014.
dimana saya bisa mendapatkan buku itu?
BalasHapusTambhahan pengetahuan tentng budaya sendiri..yg sebagian besar org tegal sendiri..tdk mengetahuinya..
BalasHapus